BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada azasnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti yang dapat dilaksanakan. Pengecualiannya yaitu bila suatu
putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan telebih dahulu sesuai
pasal 180 HIR.
Eksekusi sebagai suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses
pemeriksaan suatu perkara. Oleh karena itu eksekusi merupakan tindakan
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib
beracara yang berada dalam HIR dan Rbg. Bagi orang yang ingin mengetahui
pedoman eksekusi harus merujuk pada aturan perundang-undangan yang terkandung
dalam HIR dan Rbg.
Oleh karena itu dimakalah ini penulis akan menjelaskan tentang
eksekusi serta hal yang berkaitan dengan eksekusi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian eksekusi?
2.
Apa
jenis-jenis eksekusi?
3.
Bagaimana
tata cara pelaksanaan eksekusi?
4.
Bagaiman
Perlawanan terhadap Sita Eksekusi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Eksekusi
Eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan hakim baik keputusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Pelaksanaan putusan pengadilan negeri setelah mempunyai kekuatan
hukum tetap dapat dijalankan secara paksa dengan bantuan alat Negara atau
aparat setempat. Dalam putusan hakim terdapat irah-irah berbunyi “Demi Keadilan
berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa.” Irah-irah ini membaeri kekuatan
eksekutorial.
Dalam peradilan umumnya apabila suatu telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dapat dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi
jaminan baik itu barang bergerak maupun tidak bergerak, kecuali :
1.
Terhadap
putusan serta merta meskipun belum meempunyai kekuatan hukum tetap putusan
pengadilan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, khususnya eksekusi terhadap
barang yang menjadi jaminan (objek) dari
perjanjian yang dipersengketakan oleh para pihak.
2.
Putusan
provisional baik dalam sengketa perceraian maupun dalam sengketa perdata
lainnya apabila ada dugaan terhadap barang-barang bergerak yang menjadi objek
sengketa akan digelapkan oleh pihak tergugat, maka demi untuk kepentingan salah
satu pihak (penggugat) hakim yang menangani sengketa tersebut dapat menjatuhkan
putusan provisionil sebelum putusan akhir sehubungan dengan pokok perkara.
Apabila pihak yang kalah dalam suatu persidangan tidak mau
menyerahkan barang jaminan yang menjadi objek sengketa dengan sukarela, maka
ketua pengadilan dapat melaksanakan putusan dengan cara paksa yang dibantu oleh
aparat setempat.[1]
B.
Jenis-Jenis
Eksekusi
Pelaksanaan putusan hakim dalam hukum acara perdata ada 3
jenis, yaitu :
1.
Eksekusi
membayar sejumlah uang.
Sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR dan seterusnya, dimana
seseorang dihukum membayar sejumlah uang. Apabila seseorang enggan untuk dengan
sukarela memenuhi isi putusan di mana dia dihukum untuk membayar sejumlah uang,
maka jika sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, setelah
dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita eksekutorial.
Jika belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai
dengan menyita sekian banyak barang bergerak. Bila diperkirakan tidak cukup,
juga dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang
dikalahkan sehingga cukup memnuhi pembayaran sejumlah uang beserta biaya-biaya
yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Ini disebut sita
eksekutorial.
2.
Eksekusi
untuk melakukan suatu perbuatan
Menurut pasal 225 HIR yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan
yang harus dilakukan oleh tergugat dalam jumlah uang. Tergugat lalu dihukum
untuk membayar sejumlah uang sebagai pengganti daripada pekerjaan yang ia harus
lakukan berdasarkan putusan hakim. Yang menilai besarnya penggantian ini adalah
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. [2]
Dalam eksekusi ini hukumannya untuk melakukan suatu perbuatan dapat
diajukan permohonan oleh pihak yang dimenangkan dalam persidangan kepada hakim
agar suatu perbuatan tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang sesuai dengan petitum
yang diajukan oleh penggugat. Apabila permohonan tersebut dikabulkan hakim,
maka eksekusinya dapat dilaksanakan dengan pembayaran uang paksa (dwangsom) sesuai dengan keputusan hakim.[3]
3.
Eksekusi
Riil
Eksekusi riil merupakan pelaksanaaan putusan pengadilan baik
terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak yang bertujuan untuk memenuhi
prestasi yang dibebankan kepada pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara di
persidangan pengadilan negeri.
Dalam pasal 1033 RV mengatur
eksekusi riil yang berbunyi “jika putusan hakim yang memrintahkan pengosongan
suatu barang yang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka
ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita supaya dengan
bantuan alat kekuasaan Negara, barang itu dikosongkan oleh orang yang dihukum
serta keluarganya dan segala barang kepunyaaanya.”
Perlu dikemukakan bahwa yang harus meninggalkan barang tetap yang
dikosongkan itu adalah pihak yang dikalahkan beserta sanak saudaranya. Bukan
pihak yang menyewa rumah tersebut.[4]
Umumnya setelah diadakan penyitaan terhadap barang-barang yang
disita bukan lagi menjadi tanggung jawab ketua pengadilan, tetapi menjadi
tanggung jawab penuh pihak kreditor atau pihak yang dimenangkan dalam
persidangan.
C.
Tata
Cara Pelaksanaan Eksekusi
Adapun
tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain sebagai berikut:
1.
Mengajukan
surat permohonan eksekusi
Untuk dapat segera melaksanakan eksekusi terhadap barang-barang
jaminan pihak yang dimenagkan dalam perkara di persidangan harus mengajukan
surat permohonan eksekusi kepada ketua pengadilan dengan membayar biaya-biaya
yang ditentukan pengadilan.
2.
Aanmaning
(teguran/peringatan)
Surat peringatan ini diberikan oleh pengadilan negeri kepada
debitur yang telah wanprestasi dengan cara memanggil pihak yang dikalahkan
untuk diberi nasihat agar mematuhi keputusan pengadilan secara sukarela dengan
cara memenuhi prestasinya paling lambat 8 hari terhitung setelah adanya peringatan dari pihak pengadilan (196 HIR).
3.
Tidak
mengindahkan Aanmaning
Apabila pihak yang dikalahkan dalam suatu sengketa dipanggil dan
ditegur oleh ketua pengadilan 2 kali berturut-turut tidak memenuhi prestasi
dengan sukarela sesuai dengan keputusan pengadilan atau setelah dipanggil 2
kali berturut-turut tidak hadir dan atau tidak memerintahkan kuasa hukumnya
untuk menghadiri panggilan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan
permohonan untuk dilaksanakan eksekusi secara paksa terhadap barang-barang
jaminan.
4.
Keputusan
belum In kracht Van Gewijsde
Dalam praktiknya jika keputusan belum in kracht van gewijsde sita
eksekusi jaminan belum dapat dilaksanakan dan pelaksanaan eksekusi menunggu
sampai in kracht van gewijsde, kecuali terhadap keputusan uit voerbaar bij
voorraad (serta merta) walau ada perlawanan dari pihak yang dikalahkan terhadap
putusan pengadilan ditingkat pertama dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa
harus menunggu keputusan in kracht van gewijsde.
5.
Keputusan
In Kracht Van Gewijsde
Setelah 8 hari lewat terhitung sejak adanya peneguran pihak yang
dikalahkan tidak juga memnuhi prestasinya, maka ketua pengadilan dapat
memberikan surat perintah kepada panitera atau juru sita pengganti untuk
mengadakan eksekusi terhadap barang-barang jaminan dengan cara paksa yang
dibantu oleh aparat setempat.
Eksekusi terhadap barang-barang jaminan dapat dilaksanakan oleh
pengadilan setelah keputusan pengadilan tingkat pertama, baik diupayakan hukum
lain atau tidak diupayakan hukum lain telah in kracht van gewisje.
Sebelum keputusan in kracht van gewisje eksekusi terhadap barang-barang
jaminan baik bergerak maupun tidak bergerak belum dapat dilaksanakan. [5]
D.
Perlawanan
terhadap Sita Eksekusi
Sita eksekusi yaitu sita yang didasarkan title eksekutorial, dalam
penyitaaan eksekusi tersebut dilakukan oleh panitera atau yang ditunjuk dan
dibantu oleh orang saksi dan menandatangani berita acara
sita eksekusi. Jika yang disita barang
tetap misalnya: tanah/rumah diperintahkan kepada kepala desa agar dimumkan di
tempat itu kepada khayalak umum agar diketahui dan oleh panitera didaftarkan
pada kantor Badan Pertanahan dan diregister di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
dalam buku Register Sita Eksekusi.
Terhadap sita eksekutorial, baik mengenai barang tetap maupun
barang bergerak, pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan. (pasal 207
HIR, 225 Rbg). Perlawanan dapat diajukan secara tertulis maupun lisan kepada
ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya
pelaksanaan putusan, kecuali bila ketua pengadilan negeri member perintah untuk
menangguhkan pelaksanaan.
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik barang yang disita
eksekutorial dapat mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial atas barang
tersebut. (pasal 208 HIR, 228 Rbg). Dalam yurisprudensi, pemilikan diartikan
luas, termasuk hak sende. HIR tidak mengatur terhadap perlawanan pihak
ketiga terhadap sita conservatoir.
Perlawanan terhadap eksekusi riil tidak diatur dalam HIR, sekalipun demikian
dapat diajukan.
Pihak yang kalah sebagai termohon eksekusi (dari pemohon eksekusi) didasarkan
atas:
·
Sudah
terpenuhinya apa yang diputuskan pengadilan tersebut.
·
Syarat-syarat
penyitaan yang ditentukan HIR/Rbg tidak diperhatikan.
·
Melanggar
larangan yang dientukan pasal 197 (8) HIR /211 Rbg yaitu tentang sita harta
benda bergerak ditangan pihak ketiga,
dan sita atas hewan atau barang yang digunakan sebagai mata pencahariannya.
Pasal 207 (3) HIR /227Rbg dan terhadap putusan tersebut, maka permohonan
banding diperbolehkan. [6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya eksekusi tidak lain adalah sebuah realisasi terhadap putusan
hakim baik keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang
belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jenis-jenis eksekusi antara lain:
1.
Eksekusi
dengan membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR)
2.
Eksekusi
untuk melakukan suatu perbuatan, (225 HIR) dan
3.
Eksekusi
riil.
Sedangkan tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain:
1.
Mengajukan
surat permohonan eksekusi
2.
Aanmaning
(teguran / peringatan)
3.
Tidak
mengindahkan aanmaning
4.
Keputusan
belum in kracht van gewijsde
5.
Keputusan
in kracht van gewijsde
Terhadap sita eksekutorial, mengenai barang-barang jaminan, pihak
yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg).
Perlawanan ini dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya
pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah
untuk menangguhkan pelaksanaan.
B.
Saran
Di
dalam pembuatan makalah Hukum Acara Perdata
ini, yang membahas tentang “Eksekusi ” penulis merasakan bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwono.Hukum
Acara Perdata Teori dan Praktek, Jakarta:Sinar Grafika, 2011.
Sutantio,
Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung:Mandar Maju,
1979.
Shofie.artikel.blogspot.co.id//hukum_acara_perdata_eksekusi_dan_macamnya //html.diakses
tanggal 30 maret 2016 09.00 WIB
[1]
Sarwono.Hukum
Acara Perdata Teori dan Praktek,Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Hal 316-317
[2]
Sutantio,Retnowulan.Hukum
Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,Bandung:Mandar Maju.hal 130-135
[3]
Sarwono, ibid
hal 331
[4]
Sutantio,Retnowulan.
Op.cit hal 137
[5]
Sarwono,ibid
hal 336-337
[6]
Shofie.artikel.blogspot.co.id//hukum_acara_perdata_eksekusi_dan_macamnya//html
No comments:
Post a Comment