Sunday, May 8, 2016

makalah eksekusi

                               


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada azasnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti yang dapat dilaksanakan. Pengecualiannya yaitu bila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan telebih dahulu sesuai pasal 180 HIR.
Eksekusi sebagai suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan suatu perkara. Oleh karena itu eksekusi merupakan tindakan berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang berada dalam HIR dan Rbg. Bagi orang yang ingin mengetahui pedoman eksekusi harus merujuk pada aturan perundang-undangan yang terkandung dalam HIR dan Rbg.
Oleh karena itu dimakalah ini penulis akan menjelaskan tentang eksekusi serta hal yang berkaitan dengan eksekusi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian eksekusi?
2.      Apa jenis-jenis  eksekusi?
3.      Bagaimana tata  cara pelaksanaan eksekusi?
4.      Bagaiman Perlawanan terhadap Sita Eksekusi?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Eksekusi
Eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan hakim baik keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan putusan pengadilan negeri setelah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dijalankan secara paksa dengan bantuan alat Negara atau aparat setempat. Dalam putusan hakim terdapat irah-irah berbunyi “Demi Keadilan berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa.” Irah-irah ini membaeri kekuatan eksekutorial.   
Dalam peradilan umumnya apabila suatu telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi jaminan baik itu barang bergerak maupun tidak bergerak, kecuali :
1.      Terhadap putusan serta merta meskipun belum meempunyai kekuatan hukum tetap putusan pengadilan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, khususnya eksekusi terhadap barang yang menjadi jaminan  (objek) dari perjanjian yang dipersengketakan oleh para pihak.
2.      Putusan provisional baik dalam sengketa perceraian maupun dalam sengketa perdata lainnya apabila ada dugaan terhadap barang-barang bergerak yang menjadi objek sengketa akan digelapkan oleh pihak tergugat, maka demi untuk kepentingan salah satu pihak (penggugat) hakim yang menangani sengketa tersebut dapat menjatuhkan putusan provisionil sebelum putusan akhir sehubungan dengan pokok perkara.  
Apabila pihak yang kalah dalam suatu persidangan tidak mau menyerahkan barang jaminan yang menjadi objek sengketa dengan sukarela, maka ketua pengadilan dapat melaksanakan putusan dengan cara paksa yang dibantu oleh aparat setempat.[1]
B.     Jenis-Jenis Eksekusi
Pelaksanaan  putusan hakim dalam hukum acara perdata ada 3 jenis, yaitu :
1.      Eksekusi membayar sejumlah uang.
Sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR dan seterusnya, dimana seseorang dihukum membayar sejumlah uang. Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi putusan di mana dia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, setelah dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita eksekutorial.
Jika belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai dengan menyita sekian banyak barang bergerak. Bila diperkirakan tidak cukup, juga dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup memnuhi pembayaran sejumlah uang beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Ini disebut sita eksekutorial.
2.      Eksekusi untuk melakukan suatu  perbuatan
Menurut pasal 225 HIR yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat dalam jumlah uang. Tergugat lalu dihukum untuk membayar sejumlah uang sebagai pengganti daripada pekerjaan yang ia harus lakukan berdasarkan putusan hakim. Yang menilai besarnya penggantian ini adalah Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. [2]
Dalam eksekusi ini hukumannya untuk melakukan suatu perbuatan dapat diajukan permohonan oleh pihak yang dimenangkan dalam persidangan kepada hakim agar suatu perbuatan tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang sesuai dengan petitum yang diajukan oleh penggugat. Apabila permohonan tersebut dikabulkan hakim, maka eksekusinya dapat dilaksanakan dengan pembayaran uang paksa (dwangsom)  sesuai dengan keputusan hakim.[3]
3.      Eksekusi Riil
Eksekusi riil merupakan pelaksanaaan putusan pengadilan baik terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak yang bertujuan untuk memenuhi prestasi yang dibebankan kepada pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara di persidangan pengadilan  negeri.
 Dalam pasal 1033 RV mengatur eksekusi riil yang berbunyi “jika putusan hakim yang memrintahkan pengosongan suatu barang yang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita supaya dengan bantuan alat kekuasaan Negara, barang itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaaanya.”
Perlu dikemukakan bahwa yang harus meninggalkan barang tetap yang dikosongkan itu adalah pihak yang dikalahkan beserta sanak saudaranya. Bukan pihak yang menyewa rumah tersebut.[4]
Umumnya setelah diadakan penyitaan terhadap barang-barang yang disita bukan lagi menjadi tanggung jawab ketua pengadilan, tetapi menjadi tanggung jawab penuh pihak kreditor atau pihak yang dimenangkan dalam persidangan.
C.     Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi
Adapun tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain sebagai berikut:
1.      Mengajukan surat permohonan eksekusi
Untuk dapat segera melaksanakan eksekusi terhadap barang-barang jaminan pihak yang dimenagkan dalam perkara di persidangan harus mengajukan surat permohonan eksekusi kepada ketua pengadilan dengan membayar biaya-biaya yang ditentukan pengadilan.
2.      Aanmaning (teguran/peringatan)
Surat peringatan ini diberikan oleh pengadilan negeri kepada debitur yang telah wanprestasi dengan cara memanggil pihak yang dikalahkan untuk diberi nasihat agar mematuhi keputusan pengadilan secara sukarela dengan cara memenuhi prestasinya paling lambat 8 hari terhitung setelah adanya  peringatan dari pihak pengadilan (196 HIR).
3.      Tidak mengindahkan Aanmaning
Apabila pihak yang dikalahkan dalam suatu sengketa dipanggil dan ditegur oleh ketua pengadilan 2 kali berturut-turut tidak memenuhi prestasi dengan sukarela sesuai dengan keputusan pengadilan atau setelah dipanggil 2 kali berturut-turut tidak hadir dan atau tidak memerintahkan kuasa hukumnya untuk menghadiri panggilan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan permohonan untuk dilaksanakan eksekusi secara paksa terhadap barang-barang jaminan.
4.      Keputusan belum  In kracht Van Gewijsde
Dalam praktiknya jika keputusan belum in kracht van gewijsde sita eksekusi jaminan belum dapat dilaksanakan dan pelaksanaan eksekusi menunggu sampai in kracht van gewijsde, kecuali terhadap keputusan uit voerbaar bij voorraad (serta merta) walau ada perlawanan dari pihak yang dikalahkan terhadap putusan pengadilan ditingkat pertama dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa harus menunggu keputusan in kracht van gewijsde.
5.      Keputusan In Kracht Van Gewijsde
Setelah 8 hari lewat terhitung sejak adanya peneguran pihak yang dikalahkan tidak juga memnuhi prestasinya, maka ketua pengadilan dapat memberikan surat perintah kepada panitera atau juru sita pengganti untuk mengadakan eksekusi terhadap barang-barang jaminan dengan cara paksa yang dibantu oleh aparat setempat.
Eksekusi terhadap barang-barang jaminan dapat dilaksanakan oleh pengadilan setelah keputusan pengadilan tingkat pertama, baik diupayakan hukum lain atau tidak diupayakan hukum lain telah in kracht van gewisje. Sebelum keputusan in kracht van gewisje eksekusi terhadap barang-barang jaminan baik bergerak maupun tidak bergerak belum dapat dilaksanakan. [5]
D.    Perlawanan terhadap Sita Eksekusi
Sita eksekusi yaitu sita yang didasarkan title eksekutorial, dalam penyitaaan eksekusi tersebut dilakukan oleh panitera atau yang ditunjuk dan dibantu oleh   orang saksi dan menandatangani berita acara sita  eksekusi. Jika yang disita barang tetap misalnya: tanah/rumah diperintahkan kepada kepala desa agar dimumkan di tempat itu kepada khayalak umum agar diketahui dan oleh panitera didaftarkan pada kantor Badan Pertanahan dan diregister di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam buku Register Sita Eksekusi.
Terhadap sita eksekutorial, baik mengenai barang tetap maupun barang bergerak, pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan. (pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan dapat diajukan secara tertulis maupun lisan kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali bila ketua pengadilan negeri member perintah untuk menangguhkan pelaksanaan.
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik barang yang disita eksekutorial dapat mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial atas barang tersebut. (pasal 208 HIR, 228 Rbg). Dalam yurisprudensi, pemilikan diartikan luas, termasuk hak sende. HIR tidak mengatur terhadap perlawanan pihak ketiga  terhadap sita conservatoir. Perlawanan terhadap eksekusi riil tidak diatur dalam HIR, sekalipun demikian dapat diajukan.
Pihak yang kalah sebagai termohon eksekusi (dari pemohon eksekusi) didasarkan atas:
·         Sudah terpenuhinya apa yang diputuskan pengadilan tersebut.
·         Syarat-syarat penyitaan yang ditentukan HIR/Rbg tidak diperhatikan.
·         Melanggar larangan yang dientukan pasal 197 (8) HIR /211 Rbg yaitu tentang sita harta benda  bergerak ditangan pihak ketiga, dan sita atas hewan atau barang yang digunakan sebagai mata pencahariannya. Pasal 207 (3) HIR /227Rbg dan terhadap putusan tersebut, maka permohonan banding diperbolehkan. [6]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada dasarnya eksekusi tidak lain adalah sebuah realisasi terhadap putusan hakim baik keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jenis-jenis eksekusi antara lain:
1.      Eksekusi dengan membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR)
2.      Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan, (225 HIR) dan
3.      Eksekusi riil.
Sedangkan  tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain:
1.      Mengajukan surat permohonan eksekusi
2.      Aanmaning (teguran / peringatan)
3.      Tidak mengindahkan aanmaning
4.      Keputusan belum in kracht van gewijsde
5.      Keputusan in kracht van gewijsde
Terhadap sita eksekutorial, mengenai barang-barang jaminan, pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan ini dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah untuk menangguhkan pelaksanaan.
B.     Saran
Di dalam pembuatan makalah Hukum Acara Perdata  ini, yang membahas tentang “Eksekusi ” penulis merasakan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA
Sarwono.Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Jakarta:Sinar Grafika, 2011.
Sutantio, Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam          Teori dan Praktek, Bandung:Mandar Maju, 1979.
Shofie.artikel.blogspot.co.id//hukum_acara_perdata_eksekusi_dan_macamnya             //html.diakses tanggal 30 maret 2016 09.00 WIB



 










[1] Sarwono.Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek,Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Hal 316-317
[2] Sutantio,Retnowulan.Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,Bandung:Mandar Maju.hal 130-135
[3] Sarwono, ibid hal 331
[4] Sutantio,Retnowulan. Op.cit hal 137
[5] Sarwono,ibid hal  336-337
[6] Shofie.artikel.blogspot.co.id//hukum_acara_perdata_eksekusi_dan_macamnya//html

No comments:

Post a Comment